Aisyah, itulah namanya. Jika dilihat dari namanya mungkin yang kita pikirin adalah salah satu istri Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Tetapi yang akan diungkap kisahnya kali ini bukanlah beliau. Semoga aja gadis kecil ini nantinya bisa menjadi cermin sifat Aisyah sesungguhnya. Untuk yang kedua, namanya Uswah si gadis imut yang penurut. Semoga kelak bisa jadi suri tauladan yang baik. Amiin.
Inilah sepenggal kisahnya di hari Ahad, tepatnya saat mereka ngaji bareng di Birena (Bimbingan Remaja dan Anak – Anak), tempat bimbingan anak yatim dan dhuafa (walaupun ga semuanya). Kelas dimulai dengan reading time dimana anak – anak diberi kesempatan untuk membaca dan sebagian ada yang dibacakan oleh kakak pengajar, termasuk aku. Trus dilanjutin circle time, yaitu pembinaan tata cara ibadah (shalat) dan do’a pagi bersama. Hemm, pas raja siang udah tampak, dimulailah senam pagi. Dubidubida!!! adik – adik sangat bersemangat, terutama Aisyah. Gadis cilik berusia 7 tahun ini dengan beraninya tampil di depan dengan kakak instruktur. Dia bergerak dengan lincahnya. Gag disangka hujan pun turun,untung aja senamnya udah selesai. Sesi berikutnya yang seharusnya berkebun dilanjutkan dengan Bimbingan Ruhaniyah (Biru) mengingat kondisi yang gag memungkinkan.
Saat Biru, aku mimbrung aja di kelas satu dua dengan kakak senior yang emang wali kelas mereka, maklum aku masih magang selama tiga bulan.hehe. Aisyah mulai bandel nih disini. Senior dan lima adik lain termasuk Uswah udah milih tempat di pojok aula. Tapi, si Aisyah ini ngotot mau di serambi aula. Parahnya yang ditarik – tarik itu aku, ckck. Akhirnya dengan segala bujuk rayu, si gadis manja ini berhasil kutaklukkin. Dimulailah Biru dengan kisah “Jangan Sepelekan Kaum Lemah”. Kakak senior nyuruh para adik buat dengerin cerita itu dan nulis hikmahnya di kertas. Aisyah protes, “ Gag mau ah Teh, males nulis, ga bawa alat tulis”. Dia meluk tasnya dan ngotot dengan macem – macem alesan. Trus, saat yang lain duduk rapi buat dengerin cerita,diatiduran di lantaisambil terus meluk tasnya. Akhirnya, kubiarkan saja sampe dia nurutin perintah si kakak dengan sendirinya. Eh, udah bangun malah ganti nyandar di pangkuanku(hemm ni anak maunya apa cii?). Saat nulis, ternyata adik – adik belum ngerti buat nulisin hikmah cerita, digantilah dengan pertanyaan. Tak disangka semua jawaban yang ditulis Aisyah benar. Anak ini emang bener – bener cerdas. Tapi sayang, dia anak yang mau menang sendiri dan manja banget. Beda banget ma Uswah yang ngikutin Biru dengan tertib. Ia pun ga kalah pinter ma Aisyah.
Teng Teng Teng!! Saatya istirahat deh. Aku seperti dipermainkan anak kecil, hikz. Si manja minta aku boncengin naik sepeda. Yaudah kuturuti aja berhubung aku orangnya gag tegaan dan penyayang anak kecil,hohoo. Pas main sepeda,aku mulai tanya-tanya soal keluarganya. Ternyata keluarganya masih lengkap, bahkan ia punya kakak yang ikut Birena juga. Kakaknya, sebut saja Citra udah SMP. Aisyah bilang kalau dia gag pernah pergi bareng kakaknya, tapi malah bareng tetangganya soalnya kakaknya suka marah – marah. Dalam benakku berpikir,” Kalau dua anak dengan sifat yang sama seperti ini bareng pastilah akan ada perang dunia”. Lagi asyik maen sepeda, eh tiba – tiba galaknya muncul. Dia mintanaek sepeda sendiri. Aku khawatir kalau kenapa – napa.Pertama, dia adalah amanah dan sepeda pun milik orang lain. Karena dia marah – marah, akhirnya aku kasih sepedanya. Pas mau berhenti, dia ga bisa ngerem dan hampir nabrak salah satu senior. Dia marah bukan maen nyalahin kakak itu. Waduwh ni anak. Paraah!!
Uswah ngeliat aku bonceng Aisyah. Dia minta gantian dibonceng. Aku sih oke – oke aja. Tapi Aisyah ngebentak dan bilang, “Gag boleh!”. Apa boleh buat, akhirnya Uswah pergi dengan perasaan kecewa. Aku ngrasa kasihan, tapi Aisyah terus ngotot untuk dibonceng dan gag bisa dibujuk – bujuk lagi. “Keras sekali pendirianmu, Nak”, pikirku.
Kupikir urusan telah selesai, tapi jam istrahat yang belum kelar membuatku harus melakukan ini. Aisyah minta dianterin jajan. Dia gag mau beli sendiri dan terus narik – narik tanganku. Okelah, kuturuti lagi. Tapi ada perasaan gag enak sama senior dan adik – adik lain, termasuk Uswah yang juga deket sama aku sejak perdana ngajar. Abis beli, kugoda dia dengan nimta jajannya.Eh, taunya dia ngambek, lari ke kelas dan nangis. Waduwh, matilah aku. Hari ini buat seorang anak nangis. Aku coba bujuk biar gag marah, tapi malah tambah kenceng. Yaudah aku nyerah trus kutinggal. Tambah parah aja aku dilemparin makanan. Aduuh Ibuuk apa yang harus aku lakuin. Kata senior, “Biari aja”. Yaudah aku pergidan gabung sama anak – anak lain.Pas dia berhenti nangis,dia juga gabung ma temen – temenny dan kupikir dia nyeritain kenapa dia nangis soalnya temennya pada ngeliatin aku satu per satu. Tambah rumit aja ni masalah, sama anak kecil lagi. Biarin aja ah mereka. Hufh.
Selanjutnya Bi’ah ( Bina Qur'aniyah), kegiatan baca tulis Al Qur’an. Dari sini aku dapet satu cerita tentang Uswah dari temen seangkatan yang baru masuk Birena juga. Awalnya dia nanya, “Uswah kalau di rumah ngaji di luar ga?”. Gadis lembut itu bilang, “Gag Kak, di rumah aja”. ”Diajarin siapa?”. “ Sama ayah, dulu sama ibuk, tapi sekarang ibuk udah gag ada”, kata Uswah dengan senyum manisnya. Ya Allah aku terharu denger ini. Betapa kuat anak itu ngejalanin hidup. Pengorbanan kami ngajar dari pagi sampe sore belum seberapa dengan apa yang mereka lakuin buat nuntut ilmu, bahkan rumah mereka lebih jauh daripada tempat tinggal kami.
Abis itu kami sharing soal Aisyah, temanku bilang apa yang dia tau dari senior kalau Aisyah dan kakaknya emang kaya gitu. Kayaknya mereka dari keluarga kaya yang biasa dimanja. Bahkan ada cerita kalau dulu saat semua disuruh berkelompok buat nulis sifat buruk temennya, Citra dapet daftar catatan buruk terbanyak. Gag disangka, kertas itu dirobek trus ia pergi sambil nangis. Hemm, aku makin ngerti dengan karakter anak, tapi belum dapet solusi.
Tiba sesi games, aku belum damai sama Aisyah yang imut dan manja. Dia melototin aku terus, tapi aku kasih dia senyum manisku(hehe), dia malah keliatan sebel.hihi. Di sesi berikutnya, yaitu kreativitas, para adik diajarin buat name tag . Aisyah tampak kerepotan, akhirnya aku deketin aja dengan niat mau bantu. Anehnya, ni anak gag luluh juga. Aku terus dibentak. Kebetulan kelompok Uswah ada di deketku, aku ikut kesitu bareng temenku yang cerita tadi. Di sini aku ngrasa sikap Uswah ke aku yang gag kayak biasanya. Dia agak galak sama aku dan lebih manja – manja ke temenku. Aku jadi ngrasa bersalah. Hummm. Pas kami butuh gunting, aku coba pinjam ke Aisyah, tapi gag boleh. Yaudah aku biarin aja. Beberapa detik kemudiaaaan, tiba – tiba Aisyah nyenggol aku trus nglempar gunting. Dia bilang, “Nih, tapi gag boleh galak – galak lagi”. Ckck anak ini, aku iyakan aja kata – katanya dan akhirnya aku bantuin dia. Dan damailah kami. Ckiki.
Selesailah serangkaian acara buat adik – adik. Bimbingan remaja (SMP SMA) dilanjutin sampe sore oleh pengampu. Sementara yang lain evaluasi. Di sini kembali Aisyah menjadi icon. Kata senior kalau ada anak yang nangis dibiarin aja trus buat para pengajar harus punya aturan tegas. Kalau ada adik yang nangis dibiarin aja soalnya kalau dideketin malah tambah nangis.Dan satu hal lagi yang penting, Aisyah emang gitu sifatnya jadi kita sebagai pengajar jangan sampai bersikap terlalu baik atau pun terlalu tidak baik kepada adik.
Itulah kisah dua adik yang lucu. Banyak hikmah yang bisa diambil dari sini. Silahkan temukan sendiri. Diminta juga solusi – solusi dari temen – temen untuk adik – adik di atas. Mungkin masih banyak karakter lain, tapi belum terlalu kelihatan karena aku elum akrab ma mereka,hehe. Dan buat pemberitahuan, buat temen – temen yang mau menjadi donator, baik tetap maupun tidak tetap untuk pembinaan adik – adik bisa hubungi aku. Dalam hadits disebutkan bahwa, “ Aku dan pengasuh anak yatim (kelak) seperti dua jari ini (Rasulullah menunjuk jari telunjuk dan tengah dan merapatkan keduanya) di surga nanti” (HR. Bukhari).
Bogor, 2 Maret 2010
Asrama TPB IPB Gedung A3 No. 351
*nb : belakangan ini aku tahu Uswah itu punya seorang Ibu, tapi aku tidak tahu mana yang benar, cerita temanku atau sebaliknya.
Sabtu, 19 Maret 2011
Tokoh Inspiratifku ( Aisyah r.a. )
Dia adalah gurunya kaum laki-laki, seorang wanita yang suka kebenaran, putri dari seorang laki-laki yang suka kebenaran, yaitu Khalifah Abu Bakar dari suku Quraisy At-Taimiyyah di Makkah, ibunda kaum mukmin, istri pemimpin seluruh manusia, istri Nabi yang paling dicintai, sekaligus putri dari laki-laki yang paling dicintai Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Ini terdapat dalam Shahih Bukhari dan Muslim, bahwa ‘Amr bin ‘Ash Rodhiallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam: “Siapakah orang yang paling engkau cintai, wahai Rasulullah?” Rasul menjawab: ”’Aisyah.” ‘Amr bertanya lagi: “Kalau laki-¬laki?” Rasul menjawab: “Ayahnya.
Selain itu Aisyah adalah wanita yang dibersihkan namanya langsung dari atas langit ketujuh. Dia juga adalah wanita yang telah membuktikan kepada dunia sejak 14 abad yang lalu bahwa seorang wanita memungkinkan untuk lebih pandai daripada kaum laki-laki dalam bidang politik atau strategi perang.Wanita ini bukan lulusan perguruan tinggi dan juga tidak pernah belajar dari para orientalis dan dunia Barat. Ia adalah murid dan alumni madrasah kenabian dan madrasah iman. Sejak kecil ia sudah diasuh oleh seorang yang paling utama, yaitu ayahnya, Abu Bakar. Ketika menginjak dewasa ia diasuh oleh seorang nabi dan guru umat manusia, yaitu suaminya sendiri, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, terkumpullah dalam dirinya ilmu, keutamaan, dan keterangan-keterangan yang menjadi referensi manusia sampai saat ini. Teks hadits-hadits yang diriwayatkannya selalu menjadi bahan kajian di fakultas¬-fakultas sastra, sebagai kalimat yang begitu tinggi nilai sastranya. Ucapan dan fatwanya selalu menjadi bahan kajian di fakultas-fakultas agama, sedang tindakan-tindakannya menjadi materi penting bagi setiap pengajar mata pelajaran/mata kuliah sejarah bangsa Arab dan Islam.
Pernikahan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dengannya merupakan perintah langsung dari Allah ‘Azza wa jalla setelah wafatnya Khadijah. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya, dari ‘Aisyah Rodhiallahu ‘anha, dia berkata: “Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: ‘Aku pernah melihat engkau dalam mimpiku tiga hari berturut-turut (sebelum aku menikahimu). Ada malaikat yang datang kepadaku dengan membawa gambarmu yang ditutup dengan secarik kain sutera. Malaikat itu berkata: ‘Ini adalah istrimu’. Aku pun lalu membuka kain yang menutupi wajahmu. Ketika ternyata wanita tersebut adalah engkau (’Aisyah), aku lalu berkata: ‘Jika mimpi ini benar dari Allah, kelak pasti akan menjadi kenyataan.”’
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menikahi ‘Aisyah dan Saudah pada waktu yang bersamaan. Hanya saja pada saat itu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam tidak langsung hidup serumah dengan ‘Aisyah. Setelah kurang lebih tiga tahun hidup serumah dengan Saudah, tepatnya pada bulan Syawal setelah perang Badar, barulah beliau hidup serumah dengan ‘Aisyah. ‘Aisyah menempati salah satu kamar yang terletak di komplek Masjid Nabawi. yang terbuat dari batu bata dan beratapkan pelepah kurma. Alas tidurnya hanyalah kulit hewan yang diisi rumput kering, alas duduknya berupa tikar, sedang tirai kamarnya terbuat dari bulu hewan. Di rumah yang sederhana itulah ‘Aisyah memulai kehidupan sebagai istri yang kelak akan menjadi perbincangan dalam sejarah.
Pernikahan bagi seorang wanita adalah sesuatu yang utama dan penting. Setelah menikah, seorang wanita akan menjadi istri dan selanjutnya akan menjadi seorang ibu. Kekayaan dunia sebanyak apa pun, kemuliaan setinggi awan, kepandaian yang tak tertandingi, dan jabatan yang begitu tinggi, sekali-kali tidak akan ada artinya bagi seorang wanita jika tidak menikah dan tidak mempunyai suami, sebab tidaklah mungkin bahagia seseorang yang berpaling dari fitrahnya.
Dalam kehidupan berumah tangga, ‘Aisyah merupakan guru bagi setiap wanita di dunia sepanjang masa. Ia adalah sebaik-baik istri dalam bersikap ramah kepada suami, menghibur hatinya, dan menghilangkan derita suami yang berasal dari luar rumah, baik yang disebabkan karena pahitnya kehidupan maupun karena rintangan dan hambatan yang ditemui ketika menjalankan tugas agama.
‘Aisyah adalah seorang istri yang paling berjiwa mulia, dermawan, dan sabar dalam mengarungi kehidupan bersama Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam yang serba kekurangan, hingga pernah dalam jangka waktu yang lama di dapurnya tidak terlihat adanya api untuk pemanggangan roti atau keperluan masak lainnya. Selama itu mereka hanya makan kurma dan minum air putih.Ketika kaum muslim telah menguasai berbagai pelosok negeri dan kekayaan datang melimpah, ‘Aisyah pernah diberi uang seratus ribu dirham. Uang itu langsung ia bagikan kepada orang-orang hingga tak tersisa sekeping pun di tangannya, padahal pada waktu itu di rumahnya tidak ada apa-apa dan saat itu ia sedang berpuasa. Salah seorang pelayannya berkata: “Alangkah baiknya kalau engkau membeli sekerat daging meski¬pun satu dirham saja untuk berbuka puasa!” Ia menjawab: “Seandainya engkau katakan hal itu dari tadi, niscaya aku melakukannya.
Dia adalah wanita yang tidak disengsarakan oleh kemiskinan dan tidak dilalaikan oleh kekayaan. Ia selalu menjaga kemuliaan dirinya, sehingga dunia dalam pandangannya adalah rendah nilainya. Datang dan perginya dunia tidaklah dihiraukannya. Dia adalah sebaik-baik istri yang amat memperhatikan dan memanfaatkan pertemuan langsung dengan Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam, sehingga dia menguasai berbagai ilmu dan memiliki kefasihan berbicara yang menjadikan dirinya sebagai guru para shahabat dan sebagai rujukan untuk memahami Hadits, sunnah, dan fiqih. Az-Zuhri berkata: “Seandainya ilmu semua wanita disatu¬kan, lalu dibandingkan dengan ilmu ‘Aisyah, tentulah ilmu ‘Aisyah lebih utama daripada ilmu mereka.”
Hisyam bin ‘Urwah meriwayatkan dari ayahnya, ia berkata: “Sungguh aku telah banyak belajar dari ‘Aisyah. Belum pernah aku melihat seorang pun yang lebih pandai daripada ‘Aisyah tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang sudah diturunkan, hukum fardhu dan sunnah, syair, permasalahan yang ditanyakan kepadanya, hari-hari yang digunakan di tanah Arab, nasab, hukum, serta pengobatan. Aku bertanya kepadanya: ‘Wahai bibi, dari manakah engkau mengetahui ilmu pengobatan?’ ‘Aisyah menjawab: ‘Aku sakit, lalu aku diobati dengan sesuatu; ada orang lain sakit juga diobati dengan sesuatu; dan aku juga mendengar orang banyak, sebagian mereka mengobati sebagian yang lain, sehingga aku mengetahui dan menghafalnya."
Dalam riwayat lain dari A’masy, dari Abu Dhuha dari Masruq, Abu Dhuha berkata: “Kami pernah bertanya kepada Masruq: ‘Apakah ‘Aisyah juga menguasai ilmu faraidh?’ Dia menjawab: ‘Demi Allah, aku pernah melihat para shahabat Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam yang senior biasa bertanya kepada ‘Aisyah tentang faraidh. “
Selain memiliki berbagai keutamaan dan kemuliaan, ‘Aisyah juga memiliki kekurangan, yakni memiliki sifat gampang cemburu. Bahkan dia termasuk istri Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam yang paling besar rasa cemburunya. Rasa cemburu memang termasuk sifat pembawaan seorang wanita. Namun demikian, perasaan cemburu yang ada pada ‘Aisyah masih berada dalam batas yang wajar dan selalu mendapat bimbingan dari Nabi, sehingga tidak sampai melampaui batas dan tidak sampai menyakiti istri Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam yang lain.
Di antara kejadian paling menggelisahkan yang pernah menimpa ‘Aisyah adalah tuduhan keji yang terkenal dengan sebutan Haditsul ifki (berita bohong) yang dituduhkan kepadanya, padahal diri ‘Aisyah sangat jauh dengan apa yang dituduhkan itu. Akhirnya, turunlah ayat Al-Qur’an yang menerangkan kesucian dirinya. Cobaan yang menimpa wanita yang amat utama ini merupakan pelajaran berharga bagi setiap wanita, karena tidak ada wanita di dunia ini yang bebas dari tuduhan buruk.
Ketika Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sakit sekembalinya dari haji Wada’ dan merasa bahwa ajalnya sudah dekat, setelah dirasa selesai dalam menunaikan amanat dan menyampaikan risalah, beliau lalu berkeliling kepada istri-istrinya sebagaimana biasa. Pada saat membagi jatah giliran kepada istri-istrinya itu beliau selalu bertanya: “Di mana saya besok? Di mana saya lusa?” Hal ini mengisyaratkan bahwa beliau ingin segera sampai pada hari giliran ‘Aisyah. Para istri Nabi yang lain pun bisa mengerti hal itu dan merelakan Nabi untuk tinggal di tempat istri yang mana yang beliau sukai selama sakit, sehingga mereka semuanya berkata: “Ya Rasulullah, kami rela memberikan jatah giliran kami kepada ‘Aisyah. Kekasih Allah itu pun pindah ke rumah istri tercintanya. Di sana ‘Aisyah dengan setia menjaga dan merawat beliau. Bahkan saking cintanya, sakit yang diderita Nabi itu rela ‘Aisyah tebus dengan dirinya kalau memang hal itu memungkinkan. ‘Aisyah berkata: “Aku rela menjadikan diriku, ayahku, dan ibuku sebagai tebusanmu, wahai Rasulullah.” Tak lama kemudian Rasul pun wafat di atas pangkuan ‘Aisyah.
‘Aisyah melukiskan detik-detik terakhir dari kehidupan Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sebagai berikut: “Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam meninggal dunia di rumahku, pada hari giliranku, dan beliau bersandar di dadaku. Sesaat sebelum beliau wafat, ‘Abdur Rahman bin Abu Bakar (saudaraku) datang menemuiku sambil membawa siwak, kemudian Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam melihat siwak tersebut, sehingga aku mengira bahwa beliau menginginkannya. Siwak itu pun aku minta, lalu kukunyah (supaya halus), kukebutkan, dan kubereskan sebaik-baiknya sehingga siap dipakai. Selanjutnya, siwak itu kuberikan kepada Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam. Beliau pun bersiwak dengan sebaik-baiknya, sehingga belum pernah aku melihat cara bersiwak beliau sebaik itu. Setelah itu beliau bermaksud memberikannya kembali kepadaku, namun tangan beliau lemas. Aku pun mendo’akan beliau dengan do’a yang biasa diucapkan Jibril untuk beliau dan yang selalu beliau baca bila beliau sedang sakit. (Alloohumma robban naasi… dst.) Akan tetapi, saat itu beliau tidak membaca do’a tersebut, melainkan beliau mengarahkan pandangannya ke atas, lalu membaca do’a: ‘Arrofiiqol a’laa (Ya Allah, kumpulkanlah aku di surga bersama mereka yang derajatnya paling tinggi: para nabi, shiddiqin, syuhada’, dan shalihin). Segala puji bagi Allah yang telah menyatukan air liurku dengan air liur beliau pada penghabisan hari beliau di dunia.
Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam dimakamkan di kamar ‘Aisyah, tepat di tempat beliau meninggal. Sepeninggal Rasulullah, ‘Aisyah banyak menghabiskan waktunya untuk memberikan ta’lim baik kepada kaum laki-laki maupun wanita (di rumahnya) dan banyak berperan serta dalam mengukir sejarah Islam sampai wafatnya. ‘Aisyah wafat pada malam Selasa bulan Ramadhan tahun 57 Hijriyah pada usia 66 tahun.
Wallahu a'lam bishshawab..
Selain itu Aisyah adalah wanita yang dibersihkan namanya langsung dari atas langit ketujuh. Dia juga adalah wanita yang telah membuktikan kepada dunia sejak 14 abad yang lalu bahwa seorang wanita memungkinkan untuk lebih pandai daripada kaum laki-laki dalam bidang politik atau strategi perang.Wanita ini bukan lulusan perguruan tinggi dan juga tidak pernah belajar dari para orientalis dan dunia Barat. Ia adalah murid dan alumni madrasah kenabian dan madrasah iman. Sejak kecil ia sudah diasuh oleh seorang yang paling utama, yaitu ayahnya, Abu Bakar. Ketika menginjak dewasa ia diasuh oleh seorang nabi dan guru umat manusia, yaitu suaminya sendiri, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, terkumpullah dalam dirinya ilmu, keutamaan, dan keterangan-keterangan yang menjadi referensi manusia sampai saat ini. Teks hadits-hadits yang diriwayatkannya selalu menjadi bahan kajian di fakultas¬-fakultas sastra, sebagai kalimat yang begitu tinggi nilai sastranya. Ucapan dan fatwanya selalu menjadi bahan kajian di fakultas-fakultas agama, sedang tindakan-tindakannya menjadi materi penting bagi setiap pengajar mata pelajaran/mata kuliah sejarah bangsa Arab dan Islam.
Pernikahan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dengannya merupakan perintah langsung dari Allah ‘Azza wa jalla setelah wafatnya Khadijah. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya, dari ‘Aisyah Rodhiallahu ‘anha, dia berkata: “Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: ‘Aku pernah melihat engkau dalam mimpiku tiga hari berturut-turut (sebelum aku menikahimu). Ada malaikat yang datang kepadaku dengan membawa gambarmu yang ditutup dengan secarik kain sutera. Malaikat itu berkata: ‘Ini adalah istrimu’. Aku pun lalu membuka kain yang menutupi wajahmu. Ketika ternyata wanita tersebut adalah engkau (’Aisyah), aku lalu berkata: ‘Jika mimpi ini benar dari Allah, kelak pasti akan menjadi kenyataan.”’
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menikahi ‘Aisyah dan Saudah pada waktu yang bersamaan. Hanya saja pada saat itu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam tidak langsung hidup serumah dengan ‘Aisyah. Setelah kurang lebih tiga tahun hidup serumah dengan Saudah, tepatnya pada bulan Syawal setelah perang Badar, barulah beliau hidup serumah dengan ‘Aisyah. ‘Aisyah menempati salah satu kamar yang terletak di komplek Masjid Nabawi. yang terbuat dari batu bata dan beratapkan pelepah kurma. Alas tidurnya hanyalah kulit hewan yang diisi rumput kering, alas duduknya berupa tikar, sedang tirai kamarnya terbuat dari bulu hewan. Di rumah yang sederhana itulah ‘Aisyah memulai kehidupan sebagai istri yang kelak akan menjadi perbincangan dalam sejarah.
Pernikahan bagi seorang wanita adalah sesuatu yang utama dan penting. Setelah menikah, seorang wanita akan menjadi istri dan selanjutnya akan menjadi seorang ibu. Kekayaan dunia sebanyak apa pun, kemuliaan setinggi awan, kepandaian yang tak tertandingi, dan jabatan yang begitu tinggi, sekali-kali tidak akan ada artinya bagi seorang wanita jika tidak menikah dan tidak mempunyai suami, sebab tidaklah mungkin bahagia seseorang yang berpaling dari fitrahnya.
Dalam kehidupan berumah tangga, ‘Aisyah merupakan guru bagi setiap wanita di dunia sepanjang masa. Ia adalah sebaik-baik istri dalam bersikap ramah kepada suami, menghibur hatinya, dan menghilangkan derita suami yang berasal dari luar rumah, baik yang disebabkan karena pahitnya kehidupan maupun karena rintangan dan hambatan yang ditemui ketika menjalankan tugas agama.
‘Aisyah adalah seorang istri yang paling berjiwa mulia, dermawan, dan sabar dalam mengarungi kehidupan bersama Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam yang serba kekurangan, hingga pernah dalam jangka waktu yang lama di dapurnya tidak terlihat adanya api untuk pemanggangan roti atau keperluan masak lainnya. Selama itu mereka hanya makan kurma dan minum air putih.Ketika kaum muslim telah menguasai berbagai pelosok negeri dan kekayaan datang melimpah, ‘Aisyah pernah diberi uang seratus ribu dirham. Uang itu langsung ia bagikan kepada orang-orang hingga tak tersisa sekeping pun di tangannya, padahal pada waktu itu di rumahnya tidak ada apa-apa dan saat itu ia sedang berpuasa. Salah seorang pelayannya berkata: “Alangkah baiknya kalau engkau membeli sekerat daging meski¬pun satu dirham saja untuk berbuka puasa!” Ia menjawab: “Seandainya engkau katakan hal itu dari tadi, niscaya aku melakukannya.
Dia adalah wanita yang tidak disengsarakan oleh kemiskinan dan tidak dilalaikan oleh kekayaan. Ia selalu menjaga kemuliaan dirinya, sehingga dunia dalam pandangannya adalah rendah nilainya. Datang dan perginya dunia tidaklah dihiraukannya. Dia adalah sebaik-baik istri yang amat memperhatikan dan memanfaatkan pertemuan langsung dengan Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam, sehingga dia menguasai berbagai ilmu dan memiliki kefasihan berbicara yang menjadikan dirinya sebagai guru para shahabat dan sebagai rujukan untuk memahami Hadits, sunnah, dan fiqih. Az-Zuhri berkata: “Seandainya ilmu semua wanita disatu¬kan, lalu dibandingkan dengan ilmu ‘Aisyah, tentulah ilmu ‘Aisyah lebih utama daripada ilmu mereka.”
Hisyam bin ‘Urwah meriwayatkan dari ayahnya, ia berkata: “Sungguh aku telah banyak belajar dari ‘Aisyah. Belum pernah aku melihat seorang pun yang lebih pandai daripada ‘Aisyah tentang ayat-ayat Al-Qur’an yang sudah diturunkan, hukum fardhu dan sunnah, syair, permasalahan yang ditanyakan kepadanya, hari-hari yang digunakan di tanah Arab, nasab, hukum, serta pengobatan. Aku bertanya kepadanya: ‘Wahai bibi, dari manakah engkau mengetahui ilmu pengobatan?’ ‘Aisyah menjawab: ‘Aku sakit, lalu aku diobati dengan sesuatu; ada orang lain sakit juga diobati dengan sesuatu; dan aku juga mendengar orang banyak, sebagian mereka mengobati sebagian yang lain, sehingga aku mengetahui dan menghafalnya."
Dalam riwayat lain dari A’masy, dari Abu Dhuha dari Masruq, Abu Dhuha berkata: “Kami pernah bertanya kepada Masruq: ‘Apakah ‘Aisyah juga menguasai ilmu faraidh?’ Dia menjawab: ‘Demi Allah, aku pernah melihat para shahabat Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam yang senior biasa bertanya kepada ‘Aisyah tentang faraidh. “
Selain memiliki berbagai keutamaan dan kemuliaan, ‘Aisyah juga memiliki kekurangan, yakni memiliki sifat gampang cemburu. Bahkan dia termasuk istri Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam yang paling besar rasa cemburunya. Rasa cemburu memang termasuk sifat pembawaan seorang wanita. Namun demikian, perasaan cemburu yang ada pada ‘Aisyah masih berada dalam batas yang wajar dan selalu mendapat bimbingan dari Nabi, sehingga tidak sampai melampaui batas dan tidak sampai menyakiti istri Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam yang lain.
Di antara kejadian paling menggelisahkan yang pernah menimpa ‘Aisyah adalah tuduhan keji yang terkenal dengan sebutan Haditsul ifki (berita bohong) yang dituduhkan kepadanya, padahal diri ‘Aisyah sangat jauh dengan apa yang dituduhkan itu. Akhirnya, turunlah ayat Al-Qur’an yang menerangkan kesucian dirinya. Cobaan yang menimpa wanita yang amat utama ini merupakan pelajaran berharga bagi setiap wanita, karena tidak ada wanita di dunia ini yang bebas dari tuduhan buruk.
Ketika Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sakit sekembalinya dari haji Wada’ dan merasa bahwa ajalnya sudah dekat, setelah dirasa selesai dalam menunaikan amanat dan menyampaikan risalah, beliau lalu berkeliling kepada istri-istrinya sebagaimana biasa. Pada saat membagi jatah giliran kepada istri-istrinya itu beliau selalu bertanya: “Di mana saya besok? Di mana saya lusa?” Hal ini mengisyaratkan bahwa beliau ingin segera sampai pada hari giliran ‘Aisyah. Para istri Nabi yang lain pun bisa mengerti hal itu dan merelakan Nabi untuk tinggal di tempat istri yang mana yang beliau sukai selama sakit, sehingga mereka semuanya berkata: “Ya Rasulullah, kami rela memberikan jatah giliran kami kepada ‘Aisyah. Kekasih Allah itu pun pindah ke rumah istri tercintanya. Di sana ‘Aisyah dengan setia menjaga dan merawat beliau. Bahkan saking cintanya, sakit yang diderita Nabi itu rela ‘Aisyah tebus dengan dirinya kalau memang hal itu memungkinkan. ‘Aisyah berkata: “Aku rela menjadikan diriku, ayahku, dan ibuku sebagai tebusanmu, wahai Rasulullah.” Tak lama kemudian Rasul pun wafat di atas pangkuan ‘Aisyah.
‘Aisyah melukiskan detik-detik terakhir dari kehidupan Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sebagai berikut: “Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam meninggal dunia di rumahku, pada hari giliranku, dan beliau bersandar di dadaku. Sesaat sebelum beliau wafat, ‘Abdur Rahman bin Abu Bakar (saudaraku) datang menemuiku sambil membawa siwak, kemudian Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam melihat siwak tersebut, sehingga aku mengira bahwa beliau menginginkannya. Siwak itu pun aku minta, lalu kukunyah (supaya halus), kukebutkan, dan kubereskan sebaik-baiknya sehingga siap dipakai. Selanjutnya, siwak itu kuberikan kepada Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam. Beliau pun bersiwak dengan sebaik-baiknya, sehingga belum pernah aku melihat cara bersiwak beliau sebaik itu. Setelah itu beliau bermaksud memberikannya kembali kepadaku, namun tangan beliau lemas. Aku pun mendo’akan beliau dengan do’a yang biasa diucapkan Jibril untuk beliau dan yang selalu beliau baca bila beliau sedang sakit. (Alloohumma robban naasi… dst.) Akan tetapi, saat itu beliau tidak membaca do’a tersebut, melainkan beliau mengarahkan pandangannya ke atas, lalu membaca do’a: ‘Arrofiiqol a’laa (Ya Allah, kumpulkanlah aku di surga bersama mereka yang derajatnya paling tinggi: para nabi, shiddiqin, syuhada’, dan shalihin). Segala puji bagi Allah yang telah menyatukan air liurku dengan air liur beliau pada penghabisan hari beliau di dunia.
Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam dimakamkan di kamar ‘Aisyah, tepat di tempat beliau meninggal. Sepeninggal Rasulullah, ‘Aisyah banyak menghabiskan waktunya untuk memberikan ta’lim baik kepada kaum laki-laki maupun wanita (di rumahnya) dan banyak berperan serta dalam mengukir sejarah Islam sampai wafatnya. ‘Aisyah wafat pada malam Selasa bulan Ramadhan tahun 57 Hijriyah pada usia 66 tahun.
Wallahu a'lam bishshawab..
Jumat, 18 Maret 2011
Kasih Sayang Tulus seorang Ibu
Ummi yaa lahnan a’syaqohu wanasyidan dauman ansyuduhu
Fikulli makanin adzkuruhu wa-azhollu azhollu uroddiduhu
Ummi yaa ruuhi wa-hayati yaa bahjata nafsi wamunaati
Unsi filhadhiri wal-ati...
Allohu ta'aala aushoni fissirri walau fil i'laani
Bilbirri laki wal-ihsaani...
Ismuki manquusyun fi qolbi Hubbuki yahdini fi darbi
wadu'a-i yahfazhuki robbiy..
Tepat pukul 21.14 di ruangan 2,25mx2,25m ini aku menitikan air mata karena kerinduanku pada sosok yang sangat berarti bagiku. Beliau adalah orang yang banyak berkorban untukku dan keluargaku. “IBUUUKK aku kangen banget”, jerit dari palung hatiku. Tapi, aku tak mungkin menelpon atau mengirim sms malam-malam begini. Aku takut mengganggu istirahatmu, Bu. Aku takut membuatmu khawatir. Apalagi jika engkau mendengar isak tangisku karena merindukanmu.
Ibuk, maaf aku sering lalai dalam menjalankan amanahku di perguruan tinggi ini, padahal engkau hanya ingin melihatku menjadi seorang SARJANA. Hanya sebuah kata yang berarti, SARJANA. Aku telah banyak menyia nyiakan waktu untuk hal yang tidak bermanfaat, Bu. Bahkan hari ini seharusnya aku berangkat kursus, tapi karena alasan kesehatan aku tidak berangkat. Padahal dari awal pembayaran aku hanya sempat berangkat sekali, entah itu karena alasan rapat, sakit, bahkan malas, aku tidak menunaikan janjiku padamu. Aku ingat dulu kettika meminta uang pembayaran kursus, dengan sangat ngotot aku minta agar engkau segera mengirimkan uang dengan jumlah yang begitu bernilai. Aku tak tahu engkau mengusahakan darimana uang itu, apakah uang sendiri atau meminjam pada tetangga untuk memenuhi keinginanku.
Kemarin, kurang lebih tiga minggu aku sakit. Sakit karena kesalahanku sendiri yang tidak mengatur pola makan di tengah kesibukan yang ada. Serangan Salmonella thyposa kualami selama 2 minggu. Sudah cukup banyak kuhabiskan uang dari rumah. Tetapi, setelah sembuh aku kembali telat makan dan sibuk lagi dengan agenda – agendaku. Kemudian sakit lagi selama 1 minggu dan kembali merogoh kocekmu. Ibu, aku minta maaf sebesar – besarnya padamu. Aku telah banyak merepotkanmu tanpa pernah memberimu kebahagiaan. Hingga saat teman – temanku telah sukses dan berprestasi aku belum bisa memberikan sesuatu yang bisa membuatmu tersenyum.
Sekilas teringat di kala engkau membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan kami. Engkau korbankan waktu yang seharusnya bisa kau gunakan untuk merilekskan diri atau sekedar meluruskan punggung karena begitu banyaknya tugas rumah yang kau kerjakan setiap harinya. Tapi, kau tetap berjuang untuk membantu Bapak bekerja. Maaf ya Bu, aku harus membiarkanmu seperti ini. Di umurku yang sudah 19 tahun, aku belum mampu membuatmu duduk manis di rumah, padahal kau telah mengandungku selama 9 bulan, membesarkanku hingga kini. Hingga aku berumur 19 tahun kau masih sering menasihatiku. Betapa aku ini masih seperti anak kecil.
Kasih sayangmu selalu ada untukku. Tapi, kadang aku tidak mempedulikanmu di kala sedang asyik dengan teman-teman. Kadang jika di suatu percakapan, engkau tidak mengerti dengan maksud pembicaraanku, aku membentakmu, Bu. Di saat itu aku hanya merasa tak bersalah tanpa dosa, tapi mungkin engkau merasakan sakit yang begitu dalam. Betapa aku ini tidak tahu balas budi. Maafkan aku Bu. Aku pun teringat ketika engkau membangunkanku di pagi hari untuk membantu menyelesaikan pekerjaan rumah. Tapi, dengan santainya aku menjawab “nanti” dan akhirnya engkau pun menyelesaikannya sendiri. Betapa tidak tahu malunya aku padamu, Bu. Aku yang masih muda dan gigih membiarkanmu melakukan itu.
Ketika aku kembali untuk menuntut ilmu di kota ini, engkau selalu berpesan untuk rajin belajar, selalu mendoakanku agar aku mendapat peringkat pertama seperti yang selalu kuraih dulu. Tapi, setelah di sini aku mulai lalai lagi dan tak mengindahkan pesanmu itu, Bu. Aku jarang belajar dengan alasan sibuk dan sebagainya. Aku mengambinghitamkan kegiatan a b c d dan selalu mencaripembelaan di kala nilaiku tak seperti yang kauharapkan.memang benar, engkau tak pernah marah, tetapi ini adalah sosok negatifku Bu. Jika dilihat berdasarkan prosesnya, aku memang tak segigih dulu, tak setekun dulu dalam berikhtiar dan berusaha. Maafkan aku, Bu. Aku janji akan memperbaiki diriku. Aku sayang Ibu.
**********************************************************************************
Teringat percakapan siang tadi dengan bibi yang biasanya membersihkan kosan. Tadi siang sudah jam 10.00, tapi bibi masih nyetrika di kosan. Aku pun memulai pembicaraan,
“ Bi, kok belum pulang udah siang gini?”
“ Iya, Neng. Setrikaannya banyak. Mana ni gasnya habis, padahal tadi Bibi mau manasin nasi sama buat susu”
“Oh iya, Bi? Bibi belum makan? Bukannya biasanya bawa dari rumah, Bi?”
“Tadi kesiangan dan ga sempet Neng”
“Ini saya punya roti, Bi”
Upppsss ternyata rotinya sudah kadaluwarsa kemaren. Si Bibi mau makan tapi akhirnya aku melarangnya. Dan aku teringat,
“Bi, saya punya donat . Tadi pagi beli pas mau kuliah”
Aku berikan donat itu pada Bibi sekaligus aku beri sebotol susu kecil.
Bibi langsung makan dengan lahap
“Alhamdulillah, makasih ya Neng”
“Ini tadi saya beli nasi, Bi. Kita bagi dua aja ya Bi”
Aku harus makan nasi karena masih sakit. Jadi aku bagi dua. Awalnya bibi menolak, tapi akhirnya kami makan sama-sama.
Sambil makan, banyak hal yang kami bicarakan. Semuanya tentang keluarga bibi. Beliau menderita maag kronis dan kalau lapar sedikit tidak segera makan, perutnya perih. Beliau mengaku bekerja membanting tulang untuk anaknya yang sekarang duduk di kelas 3 SMP dan akan melanjutkan ke SMA. Dan sedihnya, ternyata suami beliau sudah meninggal. Beliau cerita sudah pernah meminta bantuan keringanan ke sekolah, tapi ditolak. Suaminya dulu bekerja mengayuh becak di sekitar kampus, tetapi karena usia akhirnya beliau meninggal. Anaknya yang pertama sudah menikah, tetapi ia berperangai keras dan sangat tempramen, sampai – sampai kaca rumah bibi pernah dibanting. Sekarang ia sudah tidak pernah ngomong dengan anak pertamanya itu. Anaknya yang kedua belum menikah dan masih tingggal bersamanya. Anaknya yang ketiga sudah menikah dan yang keempat adalah yang duduk di bangku kelas 3 SMP.
Dari cerita bibi, aku merasa begitu iba. Ternyata seperti itulah perjuangan seorang ibu. Aku yakin, bibi tidak akan pernah menceritakan keluh kesahnya itu pada anak – anaknya karena rasa sayangnya. Mungkin seperti itu pula ibuku. Bahkan di akhir percakapan bibi bilang, “kalau punya makanan dan gag dimakan, jangan dibiarkan menjamur dan dibuang ya Neng, buat Bibi aja”. Terakhir aku ingat membuang 8 lembar roti tawar di tempat sampah depan kamar karena sudah berjamur. Astaghfirullah. Ternyata di sekitarku banyak orang yang membutuhkan. Maafkan aku ya ALLAH.
***********************************************************************************
Malam ini, harusnya aku pergi ke suatu tempat yang sudah direncanakan sejak lama selama empat hari. Tetapi, walaupun hati berkehendak, ALLAH punya keinginan lain. Aku dapat mengambil hikmah di hari ini. Sesuatu yang indah. Sesuatu yang tidak akan pernah terganti dengan apapun. Ketulusan seorang Ibu dalam menyayangi. Aku sayang Ibu^^
Bogor, 18 Maret 2011
Red Zone^^
Fikulli makanin adzkuruhu wa-azhollu azhollu uroddiduhu
Ummi yaa ruuhi wa-hayati yaa bahjata nafsi wamunaati
Unsi filhadhiri wal-ati...
Allohu ta'aala aushoni fissirri walau fil i'laani
Bilbirri laki wal-ihsaani...
Ismuki manquusyun fi qolbi Hubbuki yahdini fi darbi
wadu'a-i yahfazhuki robbiy..
Tepat pukul 21.14 di ruangan 2,25mx2,25m ini aku menitikan air mata karena kerinduanku pada sosok yang sangat berarti bagiku. Beliau adalah orang yang banyak berkorban untukku dan keluargaku. “IBUUUKK aku kangen banget”, jerit dari palung hatiku. Tapi, aku tak mungkin menelpon atau mengirim sms malam-malam begini. Aku takut mengganggu istirahatmu, Bu. Aku takut membuatmu khawatir. Apalagi jika engkau mendengar isak tangisku karena merindukanmu.
Ibuk, maaf aku sering lalai dalam menjalankan amanahku di perguruan tinggi ini, padahal engkau hanya ingin melihatku menjadi seorang SARJANA. Hanya sebuah kata yang berarti, SARJANA. Aku telah banyak menyia nyiakan waktu untuk hal yang tidak bermanfaat, Bu. Bahkan hari ini seharusnya aku berangkat kursus, tapi karena alasan kesehatan aku tidak berangkat. Padahal dari awal pembayaran aku hanya sempat berangkat sekali, entah itu karena alasan rapat, sakit, bahkan malas, aku tidak menunaikan janjiku padamu. Aku ingat dulu kettika meminta uang pembayaran kursus, dengan sangat ngotot aku minta agar engkau segera mengirimkan uang dengan jumlah yang begitu bernilai. Aku tak tahu engkau mengusahakan darimana uang itu, apakah uang sendiri atau meminjam pada tetangga untuk memenuhi keinginanku.
Kemarin, kurang lebih tiga minggu aku sakit. Sakit karena kesalahanku sendiri yang tidak mengatur pola makan di tengah kesibukan yang ada. Serangan Salmonella thyposa kualami selama 2 minggu. Sudah cukup banyak kuhabiskan uang dari rumah. Tetapi, setelah sembuh aku kembali telat makan dan sibuk lagi dengan agenda – agendaku. Kemudian sakit lagi selama 1 minggu dan kembali merogoh kocekmu. Ibu, aku minta maaf sebesar – besarnya padamu. Aku telah banyak merepotkanmu tanpa pernah memberimu kebahagiaan. Hingga saat teman – temanku telah sukses dan berprestasi aku belum bisa memberikan sesuatu yang bisa membuatmu tersenyum.
Sekilas teringat di kala engkau membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan kami. Engkau korbankan waktu yang seharusnya bisa kau gunakan untuk merilekskan diri atau sekedar meluruskan punggung karena begitu banyaknya tugas rumah yang kau kerjakan setiap harinya. Tapi, kau tetap berjuang untuk membantu Bapak bekerja. Maaf ya Bu, aku harus membiarkanmu seperti ini. Di umurku yang sudah 19 tahun, aku belum mampu membuatmu duduk manis di rumah, padahal kau telah mengandungku selama 9 bulan, membesarkanku hingga kini. Hingga aku berumur 19 tahun kau masih sering menasihatiku. Betapa aku ini masih seperti anak kecil.
Kasih sayangmu selalu ada untukku. Tapi, kadang aku tidak mempedulikanmu di kala sedang asyik dengan teman-teman. Kadang jika di suatu percakapan, engkau tidak mengerti dengan maksud pembicaraanku, aku membentakmu, Bu. Di saat itu aku hanya merasa tak bersalah tanpa dosa, tapi mungkin engkau merasakan sakit yang begitu dalam. Betapa aku ini tidak tahu balas budi. Maafkan aku Bu. Aku pun teringat ketika engkau membangunkanku di pagi hari untuk membantu menyelesaikan pekerjaan rumah. Tapi, dengan santainya aku menjawab “nanti” dan akhirnya engkau pun menyelesaikannya sendiri. Betapa tidak tahu malunya aku padamu, Bu. Aku yang masih muda dan gigih membiarkanmu melakukan itu.
Ketika aku kembali untuk menuntut ilmu di kota ini, engkau selalu berpesan untuk rajin belajar, selalu mendoakanku agar aku mendapat peringkat pertama seperti yang selalu kuraih dulu. Tapi, setelah di sini aku mulai lalai lagi dan tak mengindahkan pesanmu itu, Bu. Aku jarang belajar dengan alasan sibuk dan sebagainya. Aku mengambinghitamkan kegiatan a b c d dan selalu mencaripembelaan di kala nilaiku tak seperti yang kauharapkan.memang benar, engkau tak pernah marah, tetapi ini adalah sosok negatifku Bu. Jika dilihat berdasarkan prosesnya, aku memang tak segigih dulu, tak setekun dulu dalam berikhtiar dan berusaha. Maafkan aku, Bu. Aku janji akan memperbaiki diriku. Aku sayang Ibu.
**********************************************************************************
Teringat percakapan siang tadi dengan bibi yang biasanya membersihkan kosan. Tadi siang sudah jam 10.00, tapi bibi masih nyetrika di kosan. Aku pun memulai pembicaraan,
“ Bi, kok belum pulang udah siang gini?”
“ Iya, Neng. Setrikaannya banyak. Mana ni gasnya habis, padahal tadi Bibi mau manasin nasi sama buat susu”
“Oh iya, Bi? Bibi belum makan? Bukannya biasanya bawa dari rumah, Bi?”
“Tadi kesiangan dan ga sempet Neng”
“Ini saya punya roti, Bi”
Upppsss ternyata rotinya sudah kadaluwarsa kemaren. Si Bibi mau makan tapi akhirnya aku melarangnya. Dan aku teringat,
“Bi, saya punya donat . Tadi pagi beli pas mau kuliah”
Aku berikan donat itu pada Bibi sekaligus aku beri sebotol susu kecil.
Bibi langsung makan dengan lahap
“Alhamdulillah, makasih ya Neng”
“Ini tadi saya beli nasi, Bi. Kita bagi dua aja ya Bi”
Aku harus makan nasi karena masih sakit. Jadi aku bagi dua. Awalnya bibi menolak, tapi akhirnya kami makan sama-sama.
Sambil makan, banyak hal yang kami bicarakan. Semuanya tentang keluarga bibi. Beliau menderita maag kronis dan kalau lapar sedikit tidak segera makan, perutnya perih. Beliau mengaku bekerja membanting tulang untuk anaknya yang sekarang duduk di kelas 3 SMP dan akan melanjutkan ke SMA. Dan sedihnya, ternyata suami beliau sudah meninggal. Beliau cerita sudah pernah meminta bantuan keringanan ke sekolah, tapi ditolak. Suaminya dulu bekerja mengayuh becak di sekitar kampus, tetapi karena usia akhirnya beliau meninggal. Anaknya yang pertama sudah menikah, tetapi ia berperangai keras dan sangat tempramen, sampai – sampai kaca rumah bibi pernah dibanting. Sekarang ia sudah tidak pernah ngomong dengan anak pertamanya itu. Anaknya yang kedua belum menikah dan masih tingggal bersamanya. Anaknya yang ketiga sudah menikah dan yang keempat adalah yang duduk di bangku kelas 3 SMP.
Dari cerita bibi, aku merasa begitu iba. Ternyata seperti itulah perjuangan seorang ibu. Aku yakin, bibi tidak akan pernah menceritakan keluh kesahnya itu pada anak – anaknya karena rasa sayangnya. Mungkin seperti itu pula ibuku. Bahkan di akhir percakapan bibi bilang, “kalau punya makanan dan gag dimakan, jangan dibiarkan menjamur dan dibuang ya Neng, buat Bibi aja”. Terakhir aku ingat membuang 8 lembar roti tawar di tempat sampah depan kamar karena sudah berjamur. Astaghfirullah. Ternyata di sekitarku banyak orang yang membutuhkan. Maafkan aku ya ALLAH.
***********************************************************************************
Malam ini, harusnya aku pergi ke suatu tempat yang sudah direncanakan sejak lama selama empat hari. Tetapi, walaupun hati berkehendak, ALLAH punya keinginan lain. Aku dapat mengambil hikmah di hari ini. Sesuatu yang indah. Sesuatu yang tidak akan pernah terganti dengan apapun. Ketulusan seorang Ibu dalam menyayangi. Aku sayang Ibu^^
Bogor, 18 Maret 2011
Red Zone^^
Langganan:
Postingan (Atom)